(Besok) Ketemu Siapa

Siapa saja yang kita temui hari ini, kita tahu ketika penghujung hari telah tiba. Sesaat menelaah siapa dan apa yang kita lakukan. Besok? Siapa yang tahu?

Kita bisa punya rencana kalau hari besok kita berdiam di rumah. Ternyata, orang tua, adik atau kakak dikunjungi oleh rekan mereka dan kita berkenalan. Bertambah satu orang di luar rencana awal. Bisa juga, berencana nongkrong di cafe sendirian. Kalau sendiri, harusnya tunggal, bukan jamak. Toh, itu pun langsung tergagalkan karena kita bertemu dengan pelayan. Di cafe itu pelayan beda dengan penjaga kasir, itu menjadi tambah dua orang.

Supaya lebih enak, kita andaikan aku duduk sendiri di cafe, memesan roti bakar dan segelas kopi tubruk (menu favorit). Ketika datang, sudah bertemu pelayan yang mencatat pesananku. Cafe tidak terlalu ramai, bisa saja ada yang mendatangiku dan mengajakku berbincang. Bisa pelayannya, bisa pemilik, atau sesama loner di cafe itu. Satu-dua cerita bisa mengalir dari lawan bicara yang saya baru kenal.

Biasanya, ketika awal perbincangan, saya lebih suka mendengar. Dengan mendengar saya bisa mengetahui siapa dia. Harus ingat selalu bahwa manusia, siapapun dia, membutuhkan pengakuan. Pengakuan yang paling sederhana adalah pujian. Tidak perlu didengar yang dibenci, berikan pujian tindakan yang dia senangi dan sesungguhnya dikagumi. Usahakan minimal penilaian atau tetapkan nilai positif untuk awal.

Lain cerita, aku sengaja menemui teman lama, sebentar saja. Siapa sangka kalau pertemuan itu memberikan keberkahan di masa yang datang. Tidak pernah akrab sangat atau apa. Hanya bertegur sapa sekejap. Tidak akan melukai diri, kan? Kita tidak pernah tahu sampai waktunya tiba, ternyata meneruskan silaturahmi penuh berkah.

Aku bisa merasa sangat bersalah kalau melupakan seseorang yang mengingatku dengan baik. Itu seperti menegaskan bahwa aku tidak layak untuk diingat. Alhasil, aku kadang berani melakukan hal memalukan, seperti menegur orang asing yang tampak akrab, yang bisa saja itu bukan orang yang aku pikir. Teman susah dicari, musuh selalu saja datang. Aku percaya kalau aku ingin diperlakukan baik oleh orang lain, maka akupun harus memperlakukan orang lain sebaik yang aku mau dan mampu.

Ada juga cerita tentang citra atau rekaman peristiwa akan sosok seseorang begitu melekat di ingatan. Dikarenakan rekaman itu, hubungan pada kekinian terganggu atau bahkan ditutup. Haruskah kita membiarkan luka lama terus menganga?

Biar lebih jelas, diberi contoh tentang aku. Ketika SMA, teman-teman baik dan akrab sewajarnya menganggap aku pribadi yang baik dan juga aneh. Namun, kalau yang tidak mengenal baik, apapun yang ingin mereka ingat tentang diriku, itu terserah pada mereka. Ada yang membocorkan kalau aku dianggap judes dan sombong. Wow! Itu menarik sekali. Membuktikan bahwa aku mampu menjadi pemeran antagonis dan refleksi diri atas kekurangan. Harapan untuk sekarang adalah semoga mereka memberiku ruang untuk merubah atau mungkin membenarkan persepsi itu.

Kita hanya mampu tahu ketika waktu itu tiba. Kita mungkin tidak akan pernah tahu kalau orang di sebelah kita adalah pengusaha sukses yang sedang memikirkan untuk membagikan uangnya tanpa alasan. Kita mungkin tidak tahu kalau orang yang baru kita kenal tadi adalah teman akrab dari pasangan teman baik kita yang sudah lama tidak bersua. Atau ternyata, orang yang kita kenal ini adalah yang memperkenalkan kita dengan jodoh kita, bahkan bisa saja dia adalah jodohnya. Mulailah mengenal, mulai sebuah perjumpaan.

Mungkin.

Setiap pertemuan membawa cerita.

Komentar

Postingan Populer