Kata itu Menyakitkan

Saya adalah orang yang paling menyebalkan di dunia. Jangan terlalu dekat dengan saya jika tidak memiliki hati yang besar dan kesabaran yang luar biasa. Yang membuat saya menyebalkan adalah kemampuan saya memutar balikkan sudut pandang atas sesuatu, dengan pemahaman tidak umum.

Salah satu hal yang pasti menganggu saya adalah ketika seseorang berkata, "Masalahnya gini, ...". Apalagi kalau baru kenal. Kok orang itu akan tampak sangat mengganggu karena yang bisa dia jabarkan hanyalah masalah. Setiap mendengar kata itu, saya jadi ingin menjawab secara spontan, "Yakin bahwa itu masalahnya? Jangan-jangan masalah utamanya bukan itu? Atau bahkan tidak ada masalah sama sekali". Dengan kemampuan saya yang terbatas, pada akhirnya saya memilih untuk diam dan mendengarkan lawan bicara saya mengatakan hal-hal yang tidak akan menjadi menarik oleh saya.

Sampai sekarang saya masih belum bisa menghilangkan kebiasaan saya. Dulu pernah, buku saya dipinjam oleh temannya teman saya, kita beri nama P. Entah bagaimana caranya, pada saat buku saya dalam pengawasannya, buku saya ada goresan tinta yang tidak pernah saya inginkan. Saya kesal sama orang itu karena dia tidak menghargai kepemilikan saya. Sejak itu, sulit bagi saya untuk berlaku baik. Sampai pada akhirnya dia protes atas tindakan saya yang tidak adil bagi manusia. Belakangan, ada orang yang sulit saya temukan rasa hormat untuk saya berikan. Setiap bertemu, saya tidak memiliki keinginan untuk bertegur sapa. Padahal tegur sapa dianjurkan untuk membangun silaturahmi. Yang berputar dalam pikiran saya, "Kalau sikap dan tindakan orang itu sesuai dengan yang dia anggap sebagai baik, maka dia patut saya hargai. Kalau tidak ada kesesuaian, buat apa."


Saya juga suka kesal sama diri saya sendiri. Saya sering memperhatikan kata-kata yang orang katakan pada saya. Dengan cara saya berpikir, saya bisa membuat kata itu menjadi kata yang menyakitkan. Padahal, tidak ada niatan buruk dalam pemilihan kata yang dimaksud. Kalau ada orang yang bilang, Semoga diberikan petunjuk ke jalan yang benar. Itu akan mendorong saya untuk bertanya kembali pada orang itu, "Seberapa yakin Anda juga sudah berada di jalan yang benar? Siapa yang menentukan apa yang benar? Nilai ke-Tuhan-an kok manusia yang menilai".

Kemarin, saya bercerita dengan dua orang teman baik saya. Entah kenapa saya menjadi sangat defensif. Saya tidak mau mendengar pendapat mereka. Saya tidak peduli. Saya hanya ingin didengar ceritanya. Atau ternyata, saya tidak mau dianggap salah oleh orang lain? Semoga ini tidak berlangsung lama. Kalau sering bersikap negatif, nanti saya cepat sakit.

Komentar

Postingan Populer