Tak Pernah Puas

Selalu saja. Ada sesuatu setelah yang ini. Sulit untuk merasa puas. Padahal, yang ini adalah sesuatu yang dinantikan karena dipercaya dapat meningkatkan produktivitas. Berandai-andai kalau saja aku memiliki ini, aku akan dapat melakukan banyak hal. Ternyata, toh, tidak banyak jauh berbeda. Gini-gini aja.

Benda yang [dulu] berteknologi tinggi dianggap dapat mempermudah segalanya. Tentu saja. Orang mengurangi kebutuhannya atas kertas dan menggantinya dengan kebutuhan atas energi listrik. Teknologi itu terus berkembang, yang dulu canggih terlupakan oleh yang baru, terus dan terus. Seperti kotak kecil berteknologi yang kupakai saat ini, nama bekennya Laptop, sebuah notebook. Ketika dia pertama muncul di pasar, dia mungkin sempat menjadi primadona. Sekarang, lupakan saja, orang juga lupa ada tipe seperti ini pernah ada. Ternyata, tekonologi itu kejam.

Sesaat dulu, aku berandai, ketika kebosanan meraja dan fasilitas di sekeliling tersedia, masih saja sulit untuk berkarya. Ini entah hari keberapa aku memiliki benda ini. Tulisan ini menjadi tulisan pertama yang tertulis akibat keyboardnya. Harusnya lebih banyak lagi pikiran yang dapat tertuang.

Keharusan, memiliki akibat ketika kita tidak dapat memenuhi hal tersebut. Maka, ketika ada pikiran ada yang tidak tertuang, apa yang dapat terjadi? Aku rasa, kebodohan. Ya, kebodohan. Ini menjadi suatu akibat karena kita tidak memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu.

Aku harus lebih sering berpikir dan berkarya, agar dunia menjadi lebih baik.

Komentar

Postingan Populer