Mengapa?

Pengalaman mendampingi mahasiswa yang sudah berjalan bertahun (bukan satu orang ya tapi maksudnya pendampingan secara keseluruhan), bukan yang terbaik, namun harusnya dapat disadari beberapa diskusi ada yang melekat. Ada semangat terekam, ada memori terbuka, dan bisa juga pikiran baru mencuat. Saya menikmati proses saya menyusun tugas akhir saat menjemput gelar akademik. Bahkan, kadang terjebak pada lautan diskusi dan perseteruan, menunda menulis dan pada akhirnya tetap harus sedia waktu untuk menulis dan berkonsentrasi.


"Bu, judulnya saya ganti"

Kenapa diganti?

 

Jika perlu sepuluh kali ganti judul, jika itu yang diperlukan, lakukan saja. Toh, tidak ada yang menghalangi. Kalau mau melakukan sesuatu, lakukanlah secara sadar dan yang terpenting dengan membangun rasional. Pertanyaan mendasar yang harus dapat dijawab, mengapa?

 

Kalau si punya pendapat memiliki argumen, maka pertanyaan itu dapat segera dijawab. Jika tertunda, mengapa itu bisa tertunda? Dikarenakan waktu jeda yang terjadi, membuat saya (sebagai dosen) waktu untuk menyatakan pendapat berdasarkan kemampuan terbatas saya. Prinsipnya, suatu pemikiran yang sudah dipertimbangkan dengan baik akan mudah dijelaskan dengan bahasa sederhana.

 

Tantangan terberat dalam menulis adalah cara menyampaikan sesuatu hal kepada orang lain sehingga orang tersebut memiliki pemahaman atas buah pikiran kita. Bukan sepenuhnya untuk sepakat karena tidak sepakat juga perlu disepakati. Mengetahui bahwa kita memiliki pendapat yang berbeda juga butuh proses pendewasaan. Membuat jadi paham.

 

Mengapa?

 

Karena hidup itu butuh alasan. Tentunya, ketika menulis karya ilmiah, alasan yang dibentuk harus berlandaskan akademik. Buatlah alasan untuk menulis sampai dengan selesai. Bangunlah argumen dalam bahasa sendiri, pahami pola pikir sendiri. Ajaklah temanmu, sahabatmu berdiskusi. Bukan untuk ajang kompetisi intelektual. Lalu, mengapa? Hanya karena cogito ergo sum.

Komentar

Postingan Populer